WARTAGLOBAL.ID || NTT.
Kasus dugaan penyimpangan dana bantuan kelompok tani Panola Pah II di Desa Lilo, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), memasuki babak paling genting. Laporan resmi yang telah dimasukkan sejak 6 Oktober 2025 oleh pelapor utama, Martinus Linome, hingga kini belum juga direspons dengan langkah konkret oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) TTS, memicu gelombang kemarahan dan kekhawatiran serius.
Hampir genap dua minggu sejak laporan dilayangkan, ketiadaan tindak lanjut membuat kasus dugaan korupsi dana bantuan petani ini dikhawatirkan meredup. Martinus Linome, Wakil Ketua Kelompok Tani Panola Pah, kembali bersuara lantang, menuntut Kejari TTS segera mengungkap terang benderang fakta di balik dugaan penyelewengan dana tersebut.
“Kami sudah serahkan semua bukti dan dokumen yang menunjukkan adanya dugaan penyimpangan. Kami sudah jalankan kewajiban sebagai warga negara yang mencari keadilan. Sekarang, bola panas ada di tangan Kejaksaan. Tapi mengapa bola itu seolah dibiarkan diam dan mendingin?” ujar Martinus Linome, Sabtu (18/10/2025).
Menurut Martinus, mandeknya proses hukum kasus Panola Pah II tidak hanya menimbulkan keresahan, tetapi juga menodai harapan para petani yang seharusnya menikmati hasil dari dana bantuan pemerintah.
Situasi di lapangan kini justru jauh lebih mengkhawatirkan. Martinus Linome menerima informasi darurat dari warga Desa Lilo berinisial YB. Warga tersebut melaporkan bahwa rumah pupuk yang dibangun dari dana bantuan pemerintah untuk kelompok tani Panola Pah II terancam dihancurkan oleh oknum ketua kelompok tani Panola Pah II bersama beberapa anggotanya.
“Saya dengar langsung kabar itu. Rumah pupuk bantuan pemerintah yang dibangun untuk kepentingan kelompok, mau diluluh-lantakkan. Ini jelas sangat disayangkan,” kata Martinus menanggapi laporan warga. “Kalau benar, tindakan seperti itu sama saja merusak aset negara dan menghilangkan barang bukti. Ini sinyal kuat bahwa kasus ini harus segera diselidiki dengan serius dan mendesak,” tegasnya.
Martinus menilai, informasi ini merupakan upaya nyata untuk menghilangkan jejak penggunaan dana bantuan. Ia mendesak Kejari TTS agar segera turun tangan melakukan verifikasi di lapangan sebelum aset vital tersebut benar-benar dirusak.
Selain laporan ke Kejari TTS, Martinus juga menegaskan bahwa dokumen pengaduan telah ditembuskan ke Kejaksaan Tinggi NTT, Bupati, dan sejumlah instansi lain, sebagai bentuk tanggung jawab moral dan penjaminan akuntabilitas proses hukum.
Mengacu pada ancaman penghancuran aset, tindak lanjut Kejari TTS kini tak hanya sebatas penyelidikan penyimpangan dana, tetapi juga melibatkan potensi tindakan darurat untuk pengamanan barang bukti dan aset negara. Jika Kejari TTS tidak bertindak cepat, mereka berisiko kehilangan bukti fisik (aset) dan menghadapi kritik publik yang semakin besar.
“Kami butuh bukti nyata, bukan janji. Kalau rumah pupuk bantuan sampai dirusak, itu artinya ada yang ingin menutupi sesuatu. Kami percaya Kejari TTS akan menunjukkan bahwa hukum benar-benar berpihak kepada rakyat,” ungkap seorang perwakilan petani, menguatkan tuntutan Martinus. (**/R)
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment