WARTAGLOBAL.ID || MALAKA.
Belum reda kasus dugaan penyimpangan yang melibatkan Kepala Desa Saenama yang dilaporkan ke Bupati, kini Desa Saenama, Kecamatan Rinhat, Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur kembali menjadi pusat perhatian. Kali ini, sorotan publik tertuju pada dugaan rangkap jabatan seorang Guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang juga menjabat sebagai Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Tak hanya itu, informasi dari warga yang enggan disebutkan namanya juga menyebutkan bahwa Ketua BPD Desa Saenama juga merangkap jabatan sebagai Sekretaris Desa. Kasus-kasus ini mencuat ke permukaan dan memicu pertanyaan serius mengenai kepatuhan terhadap regulasi kepegawaian dan pemerintahan desa di Indonesia.
Penelusuran awak media pada Selasa, 22 Mei 2025, menemukan bahwa individu yang menjadi buah bibir masyarakat adalah seorang guru PNS di SMP Saenama. Identitas guru tersebut diinisialkan sebagai "EJH". Informasi mengenai "EJH" yang juga merupakan seorang guru PNS di Kabupaten Malaka ini disampaikan langsung oleh masyarakat setempat. Seorang warga yang tak mau disebutkan namanya mengatakan, "Kami tahu EJH ini mengajar di SMP Saenama dan juga jadi anggota BPD. Tidak hanya itu, Ketua BPD kami juga merangkap jadi Sekretaris Desa. Ini kan jelas-jelas melanggar aturan, kami harap pemerintah segera menindaklanjutinya." Pernyataan ini memicu kekhawatiran akan adanya pelanggaran aturan yang jelas, terutama terkait dengan integritas tata kelola pemerintahan desa.
Peraturan perundang-undangan di Indonesia secara tegas melarang rangkap jabatan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), yang meliputi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan P3K. Larangan ini diberlakukan secara khusus untuk jabatan yang memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) bersentuhan langsung dengan penggunaan anggaran negara.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang Manajemen PNS dan PP tentang Manajemen PPPK (P3K), disebutkan secara gamblang bahwa seorang ASN atau P3K tidak diperkenankan memiliki lebih dari satu jabatan. Jika terbukti melanggar ketentuan ini, sanksi yang menanti tidak main-main, yaitu pemutusan kontrak kerja dan pemberhentian dari status kepegawaian.
Di sisi lain, terkait dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), ketentuannya diatur dalam Permendagri No. 110 Tahun 2016. Beleid ini mengatur secara detail mengenai fungsi BPD, yang meliputi:
* Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa.
* Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa.
* Melakukan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa.
Larangan rangkap jabatan bagi anggota BPD tidak hanya diatur dalam Undang-Undang Desa, melainkan juga diperkuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU Desa, serta Permendagri No. 110 Tahun 2016 tentang BPD, tepatnya pada Paragraf 6 Pasal 26. Ini menunjukkan bahwa aturan mengenai larangan rangkap jabatan bagi anggota BPD adalah konsisten dan menyeluruh di various tingkatan regulasi, menekankan pentingnya independensi dan fokus dalam menjalankan tugas.
Mencuatnya kasus dugaan rangkap jabatan ini di Desa Saenama menjadi perhatian serius bagi berbagai pihak. Ini mengingat adanya potensi pelanggaran aturan yang mendasari tata kelola pemerintahan dan kepegawaian di Indonesia. Publik kini menantikan tindak lanjut dari pihak berwenang terkait dugaan rangkap jabatan yang melibatkan guru PNS di SMP Saenama dan juga Ketua BPD yang merangkap sebagai Sekretaris Desa ini. Akankah kasus ini berakhir dengan sanksi tegas, ataukah akan ada klarifikasi yang memuaskan dari pihak terkait? Warga berharap adanya penegakan aturan yang transparan dan akuntabel demi terciptanya pemerintahan desa yang bersih dan efektif.
Reporter: Nikodemus M.
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment